Penghinaan terhadap Presiden ke-3 Republik Indonesia B.J. Habibie
yang dilakukan mantan Menteri Penerangan Malaysia Zainudin Maidin
harus dijadikan tonggak oleh Pemerintah Indonesia untuk membuktikan
kekuatan diplomasi Indonesia.
Penanganan pemerintah atas pernyataan Zainudin
di media Malaysia dinilai menjadi salah satu tolok ukur apakah posisi
Indonesia di dunia benar-benar strategis dan memiliki dampak nyata
dalam hubungan internasional. Hal itu dikatakan Ketua Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani dalam siaran pers, Jumat
(14/12/2012).
"Kita sebagai negara tidak bisa diam saja ketika Pak Habibie dihina oleh mantan pejabat negeri lain
demi kepentingan politik dalam negerinya sendiri. Ingat, Pak Habibie
adalah Presiden ke-3 RI, bukan 'mantan presiden'. Berarti beliau akan
selalu jadi tokoh bangsa Indonesia," kata Puan.
Anggota Komisi I
DPR itu mengatakan, DPR memang sudah melayangkan nota protes kepada
Pemerintah Malaysia. Namun, tanpa kekuatan diplomasi yang kuat, nota
dari DPR bisa saja dianggap sebagai secarik kertas tanpa makna,
apalagi, kata dia, Pemerintah Indonesia belum melayangkan surat protes
kepada Pemerintah Malaysia untuk permasalahan hal itu.
Puan
menambahkan, soal prinsip politik pemerintah dan DPR boleh berbeda.
Namun, DPR dan pemerintah harus sejalan menjaga kehormatan bangsa di
mata internasional, apalagi Indonesia sudah masuk G-20 dan sering
disebut punya posisi strategis di ASEAN.
Dengan demikian, kata
Puan, seharusnya Pemerintah Indonesia bisa menggunakan kekuatan
diplomasi untuk menghadapi masalah ini. Untuk itu, penghinaan Habibie
harus menjadi salah satu agenda pembicaraan dalam kunjungan kenegaraan
Presiden SBY ke Malaysia pada akhir Desember 2012.
"Bila kita
diam saja, noda hitam dalam hubungan Indonesia dengan Malaysia akan
terus bertambah dan malah jadi bom waktu. Kita ada persoalan TKI di
Malaysia yang masih harus diperkuat perlindungannya. Ada juga perbedaan
pendapat tentang warisan budaya seperti batik, Reog, lagu Rasa
Sayange, dan tari pendet. Masalah itu harusnya diselesaikan, bukan
dibiarkan," kata Puan.
Putri Megawati Soekarnoputri itu
menambahkan, "kita tentunya tidak mau bila di kemudian hari, Presiden
Indonesia saat ini menerima hinaan dari negara lain. Maka dari itu,
kita tidak boleh membiarkan apa yang terjadi kepada Pak Habibie
menjadi preseden buruk ke depannya bagi Indonesia sebagai negara yang
sejak Kongres Asia-Afrika memiliki posisi terpandang di dunia."
Seperti diberitakan, di harian Utusan Malaysia, Senin (10/12/2012), yang juga diunggah di situs harian itu, Zainuddin menyebut Habibie sebagai "penggunting dalam lipatan" terhadap Soeharto, penyebab perpecahan Indonesia dengan munculnya 48 partai politik.
Zainudin
menyebut Habibie pengkhianat bangsa karena memenuhi desakan Barat
menggelar jajak pendapat di Timor Timur. Ungkapan paling keras ditulis
Zainudin dengan menyebut Habibie dan Anwar sebagai sesama "anjing
imperialisme" (the dog of imperialism) lantaran bersedia menyerahkan negaranya ke lembaga Dana Moneter Internasional (IMF).
sumber : kompas.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar